Selasa, 10 Mei 2011

Peranan dan Fungsi serta Surat Keputusan Bank Indonesia tentang Pelaksanaan Pembayaran Transaksi Impor

Pertama, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek ekonomi. Kebijakan moneter melalui penerapan suku bunga yang terlalu ketat, akan cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan suatu kebijakan yang disebut inflation targeting framework.

Kedua, Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi. Seperti halnya di negara-negara lain, sektor perbankan memiliki pangsa yang dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab itu, kegagalan di sektor ini dapat menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu perekonomian. Untuk mencegah terjadinya kegagalan tersebut, sistem pengawasan dan kebijakan perbankan yang efektif haruslah ditegakkan. Selain itu, disiplin pasar melalui kewenangan dalam pengawasan dan pembuat kebijakan serta penegakan hukum (law enforcement) harus dijalankan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa negara-negara yang menerapkan disiplin pasar, memiliki stabilitas sistem keuangan yang kokoh. Sementara itu, upaya penegakan hukum (law enforcement) dimaksudkan untuk melindungi perbankan dan stakeholder serta sekaligus mendorong kepercayaan terhadap sistem keuangan. Untuk menciptakan stabilitas di sektor perbankan secara berkelanjutan, Bank Indonesia telah menyusun Arsitektur Perbankan Indonesia dan rencana implementasi Basel II.

Ketiga, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup serius dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan gangguan yang bersifat sistemik. Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang bersifat real time atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran. Sebagai otoritas dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki informasi dan keahlian untuk mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem pembayaran.

Keempat, melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat mengembangkan instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor keuangan. Hasil riset dan pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meredam gangguan dalam sektor keuangan.

Kelima, Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali. Dalam menjalankan fungsinya sebagai LoLR, Bank Indonesia harus menghindari terjadinya moral hazard. Oleh karena itu, pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang ketat harus diterapkan dalam penyediaan likuiditas tersebut.

No.: 29/33/KEP/DIR


SURAT KEPUTUSAN
DIREKSI BANK INDONESIA

TENTANG

PELAKSANAAN PEMBAYARAN TRANSAKSI IMPOR


DIREKSI BANK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa kebijaksanaan kelancaran arus barang
di bidang impor telah menunjukkan keber-
hasilan dalam meningkatkan kegiatan ekonomi;

b. bahwa untuk lebih meningkatkan pelaksanaan
kebijaksanaan kelancaran arus barang
tersebut dipandang perlu mengatur kembali
pelaksanaan pembayaran transaksi impor dalam
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia;

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang
Bank Sentral (Lembaran Negara Tahun 1968
Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2865);

2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor
31, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3472);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1982
tentang Pelaksanaan Ekspor, Impor dan lalu
Lintas Devisa (Lembaran Negara Tahun 1982
Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3210) yang telah diubah dan ditambah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1985
tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor
1 Tahun 1982 (Lembaran Negara Tahun 1985
Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3291);

4. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor
3 Tahun 1991 tentang Kelancaran Arus Barang
untuk Menunjang Kegiatan Ekonomi;

5. Keputusan Bersama Menteri Perindustrian dan
Perdagangan, Menteri Keuangan dan Gubernur
Bank Indonesia Nomor : 129/MPP/Kep/6/1996,
Nomor : 376/KMK.01/1996, dan Nomor :
29/5/KEP/GBI tanggal 4 Juni 1996 tentang
Pencabutan Keputusan Bersama Menteri
Perdagangan, Menteri Keuangan dan Gubernur
Bank Indonesia Nomor 656/Kpb/IV/85, Nomor
329/KMK.05/1985 dan Nomor 18/2/KEP/GBI
tentang Penyempurnaan Ketentuan Umum di
Bidang Impor sebagaimana telah diubah dua
kali terakhir dengan Surat Keputusan Bersama
Menteri Perdagangan, Menteri Keuangan, dan
Gubernur Bank Indonesia Nomor
247b/Kpb/X/1990, Nomor 1118a/KMK.00/1990,
dan Nomor 23/5A/KEP/GBI;

6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor
737/KMK.00/1991 tanggal 29 Juli 1991 tentang
Tata Laksana Pabean di Bidang Impor;

7. Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan Republik Indonesia Nomor
13/MPP/SK/I/1996 tanggal 25 Januari 1996
tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor.


M E M U T U S K A N

Menetapkan : SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA TENTANG
PELAKSANAAN PEMBAYARAN TRANSAKSI IMPOR

Pasal 1

(1) Pembayaran impor dapat dilaksanakan dengan
menggunakan Letter of Credit yang
selanjutnya disebut L/C atau tanpa L/C.

(2) Pembayaran impor tanpa L/C dapat
dilaksanakan dengan cara:
a. Pembayaran Dimuka (Advance Payment);
b. Pembayaran Kemudian (Open Accoun);
c. Wesel Inkaso (Collection);
d. Konsinyasi (Consignment);
e. Pembayaran lainnya yang lazim dalam
perdagangan internasional.

(3) Bank wajib memperhatikan ketentuan-ketentuan
yang berlaku sebelum menyelesaikan
pembayaran transaksi impor.

Pasal 2

(1) Pembayaran impor dengan L/C dilakukan dengan
membuka L/C pada bank umum yang telah
diizinkan untuk melakukan kegiatan dalam
valuta asing yang selanjutnya disebut dengan
bank.

(2) Bank dapat melakukan pembukaan L/C dengan
syarat pembayaran berjangka dengan ketentuan
jangka waktu penundaan pembayaran tidak
melampaui 360 (tiga ratus enam puluh) hari
setelah tanggal pengapalan barang.

Pasal 3

(1) Bank dilarang menerima permintaan pembukaan
L/C dari importir dan membuka L/C atau
memberi jasa pelayanan transaksi impor tanpa
L/C terhadap barang-barang impor yang
dilarang.

(2) Bank dapat menerima permintaan pembukaan L/C
dari importir dan membuka L/C atau memberi
jasa pelayanan transaksi impor tanpa L/C
terhadap barang-barang impor yang diawasi
atau diatur tata niaga impornya setelah
dipenuhi semua persyaratan dan prosedur yang
berlaku.

Pasal 4

(1) Bank membuka L/C atas permintaan importir
dengan menggunakan formulir Pembukaan L/C (P
L/C) yang antara lain memuat :

a. Jenis barang;
b. Mutu/tipe barang;c. Jumlah barang;
d. Harga satuan dan harga total barang;
e. Klasifikasi barang;
f. Biaya tambang (freight) dan asuransi;
g. Tarif bea masuk dan atau bea masuk atau
bea masuk tambahan;
h. Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan
atau Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22,
dan atau Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPnBM).

(2) Bank wajib meneliti kelengkapan dan
kebenaran data yang dicantumkan dalam P L/C
oleh importir serta pemenuhan peraturan
tentang larangan atau pembatasan impor.

(3) Dalam hal importir melaksanakan impor barang
yang diawasi mutu atau tata niaga impornya,
bank wajib meneliti pencantuman nomor dan
tanggal surat persetujuan pengimporan barang
dari instansi yang berwenang oleh importir
dalam P L/C.

Pasal 5

Bank wajib mencantumkan dalam L/C hal-hal yang
dipersyaratkan oleh peraturan yang berlaku.

Pasal 6

Bank menyampaikan L/C selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari kerja sebelum tanggal pengapalan
barang kecuali untuk barang impor yang harus
segera dilaksanakan impornya.

Pasal 7

Bank dapat melakukan perubahan L/C atas
permintaan importir dengan menggunakan formulir
Permintaan Perubahan L/C (PP L/C).

Pasal 8

Impor tanpa L/C dilakukan dengan menggunakan
Rencana Impor Barang yang memuat klausul dan
informasi yang dipersyaratkan oleh peraturan yang
berlaku.

Pasal 9

(1) Bank dapat melakukan hubungan koresponden
dengan bank-bank di luar negeri dengan mem-
perhatikan ketentuan-ketentuan yang dike-
luarkan Pemerintah.

(2) Bentuk hubungan koresponden sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diserahkan atas
kesepakatan bersama antara pihak bank yang
terkait.

Pasal 10

Hal-hal yang bersifat teknis pelaksanaan Surat
Keputusan Direksi ini akan diatur lebih lanjut
dengan Surat Edaran Bank Indonesia.

Pasal 11

Dengan berlakunya Surat Keputusan ini maka :

a. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
10/103/KEP/DIR/ULN tanggal 30 Desember 1977
tentang Pembukaan L/C Impor Barang Dengan
Syarat Pembayaran Berjangka,

b. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
18/30/KEP/DIR tanggal 17 Oktober 1985 tentang
Hubungan Koresponden antara Bank Devisa dengan
Bank Republik Rakyat Cina; dinyatakan tidak
belaku lagi.

Pasal 12

Ketentuan-ketentuan yang telah ada di bidang
impor yang telah dikeluarkan sebelum berlakunya
Surat Keputusan ini tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan Surat Keputusan ini.

Pasal 13

Keputusan ini berlaku bagi impor yang :

a. L/C-nya dibuka sejak tanggal diberlakukannya
Surat Keputusan ini;
b. Rencana Impor Barang sebagaimana dimaksud
dalam pasal 6 dilakukan mulai tanggal
diberlakukannya Surat Keputusan ini dalam hal
tidak menggunakan L/C.

Pasal 14

Surat Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggak
ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengumuman Surat Keputusan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.

Ditetapkan di: Jakarta
Pada tanggal : 4 Juni 1996

DIREKSI
BANK INDONESIA

ttd. ttd.

J. Soedradjad Djiwandono Paul Soetopo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar